About

Kuharap Semua Berakhir-Cerpen Covid19

 




Kuharap Semua Berakhir

            Sinar matahari telah menembus tirai jendela kamarku. Pagi yang hangat ini membuatku sulit untuk bangun dari tidurku. Setiap 10 menit aku membuka mata, melirik ke jam yang tepat berada di samping tempat tidurku. Setelahnya aku menutup mata untuk tertidur kembali. Baru saja mataku tertutup, seorang perempuan berparas cantik masuk ke dalam kamarku yang tak dikunci. Ya, itu ibuku.

            “Daniel, apa yang sedang kamu lakukan sekarang ini?! Kamu tak melihat sudah jam berapa sekarang?” tanya ibuku yang mungkin dia sendiri tau jawabannya.

            “Sekarang? Sekarang baru jam 8.” jawabku dengan mata yang masih tertutup.

            “Bukankah harusnya sekarang kamu belajar? Ayo cepat bangun, cuci mukamu agar segar! Ibu akan menyiapkan laptopmu.”

            Aku tak menjawab dan langsung bangun untuk mencuci mukaku. Sebenarnya aku malas karena menurutku sistem belajar ini membuatku kesulitan untuk memahami pembelajaran. Tapi aku terpaksa melakukannya, karena kalau tidak, ibuku akan memarahiku hingga telingaku terasa panas.

***

            Aku mendudukan diriku di atas kursi meja belajarku. Dan aku duduk memandang layar laptop yang didalamnya nampak seorang wanita dengan hijab yang sedang menerangkan materi pembelajaran hari ini. Guru itu sedang menjelaskan tentang Trigonometri. Demi apapun, aku sangat tidak paham tentang materi ini. Sebenarnya tidak hanya ini, semua yang berhubungan dengan maematika aku tidak pernah paham kecuali penjumlahan, pengurangan, dan perkalian. Pun perkalian 1 sampai 10.

            “Cos, sin, tan, cos, sin, tan. Apaan dah, kagak ngarti Ya Allah.” Cibirku.

            Setelah guru selesai menjelaskan, lalu kami para murid diberi tugas. Yang paling aku benci dari pelajaran ini adalah soal yang dicontohkan oleh guru selalu mudah, bahkan terkadang otakku bisa memahaminya, tapi saat diberi soal, sangat jauh berbeda, soalnya sangat sulit. Membuat perutku terasa mual.

            “Gimana ngerjainnya ya, ngerti aja engga. Mana Cuma dikasih waktu 1 jam lagi buat ngumpulinnya.” Tanyaku pada diri sendiri.

            Tok... tok... tok...

            “Siapa?” tanyaku pada orang yang berada dibelakang pintu kamarku.

            “Gua, Devan.” Jawab seseorang di belakang pintu.

            “Buka aja, ga gua kunci.”

            Seorang pria dengan perawakan yang tinggi masuk ke dalam kamarku. Dia saudaraku. Kami berbeda 2 tahun. 2 tahun yang lalu dia duduk dikelas 12, sama seperti diriku sekarang. Dan sekarang dia melanjutkan studinya di salah satu perguruan tinggi di Bandung jurusan matematika. Dia sangat pintar disemua mata pelajaran, terutama matematika. Sangat beruntung aku memiliki saudara seperti dia.

            “Kebetulan lo datang. Bantuin gua dong.” Pintaku.

            “Bantuin apaan?” Tanyanya.

            “Tugas matematika, tentang trigonometri. Gua ga ngerti, sin, cos, tan.”

            “Gua bantuin, tapi...” Belum sempat Devan menyelesaikan ucapannya, aku memotongnya karena terlalu semangat.

            “Nah, gitu dong. Jadi abang tuh harus baik.” Potongku.

            “Dengerin gua dulu. Gua bantu ajarin lo, bukan bantu ngerjain tugas lo.”

            “Lah kok gitu sih? Udahlah lo kerjain aja, biar lo tambah pinter.” Bujukku.

            “Gua sih iya tambah pinter, terus lo? Tambah BODO?”

            “Ya kan gua nanti kerjain tugas lain di jam selanjutnya. Lagian gua emang bodo dipelajaran itu.”

            “Lo nya aja yang males. Udah buru gua ajarin. Mana soalnya.” Pintanya.

            Aku mulai belajar dengan saudaraku itu. Ya, mungkin dia memang berbakat menjadi guru matematika. Karena saat aku diajarkan olehnya, aku sangat paham. Bahkan aku merasa sekarang aku menjadi pintar.

            Aku mulai mengerjakan soal-soalnya sendiri. Aku sangat bersemangat mengerjakannya karena sekarang aku paham. Aku ini tipe murid yang harus melihat secara langsung ketika guru sedang menerangkan. Karena disaat seperti itu kita akan bisa banyak bertanya apa yang tidak atau kurang dipahami. Sedangkan di situasi COVID-19 ini metode pembelajaran diubah menjadi daring atau dalam jaringan. Yang artinya kita belajar dirumah dan bertatap muka melalui laptop dengan jaringan internet.

            Kurasa dengan metode pembelajaran seperti ini akan kurang efisien. Contohnya saja aku, aku kurang bisa memahami materi. Dan untungnya aku memiliki saudara yang bisa kumintai tolong. Dan jika Devan sama tidak benarnya denganku, mungkin tugasku sudah ia yang mengerjakan. Dan aku akan semakin bodoh.

            “Bang, menurut lo, COVID-19 ini kapan sih kelarnya?” Tanyaku.

            “Gua ga tau. Kita berdoa aja biar keadaan kaya sekarang ini cepet kelar.”

            “Iya ya. Aamiin dah. Gua pengen cepet-cepet sekolah lagi. Biar otak gua ga beku kaya sekarang. Tapi yang utama karena gua pengen main sama temen-temen gua hahahaha...”

            “Emang lu punya temen Niel?” Ejek Devan.

            “Ngejek gua lo? Siapa sih yang ga mau temenan sama gua, secara gua ini kan seorang Daniel.” Banggaku.

            “Terserah lo.” Devan mengalah

            “Ya udah gua balik ya.” Lanjutnya.

            “Lah kok balik sih. Terus tujuan lo kesini ngapain?” Tanyaku.

            “Disuruh nyokap lo, gua disuruh ajarin anaknya yang males ini.” Sindirnya padaku sembari jalan ke arah pintu.

            “Woi gua rajin begini, males dari mananya.” Ucapku setengah teriak.

***

            “Akhirnya kelar juga. Kumpulin sekarang dah.” Ucapku pada diri sendiri.

            Setelah selesai mengerjakan tugas matematika yang ku anggap susah itu, aku langsung mengumpulkannya pada guru yang bersangkutan. Akhirnya aku bisa beristirahat sebentar sembari menunggu tugas selanjutnya dari mata pelajaran lain.

            Aku berjalan menuju kasurku, dan menjatuhkan tubuhku diatasnya. Mataku tertuju pada atap kamarku yang cukup tinggi. Dan aku mulai melamuni keadaan dunia sekarang ini. Aku berharap agar dunia ini bisa seperti dulu sebelum COVID-19 ini masuk ke dunia kami yang indah dan ramai ini. Sebenarnya aku senang karena berkat COVID-19 aku jadi memiliki libur yang sangat teramat panjang untuk diam dirumah ,bermain game, rebahan, dan lain sebagainya. Tapi aku merasa ini terlalu lama. Aku mulai bosan dan jenuh.

            Sekarang ini aku rindu mengenakan seragam putih abuku, bermain dan berkumpul dengan teman. Yang paling kurindukan adalah makanan kantin. Aahhh... aku ingin cepat sekolah. Kuharap situasi sekarang ini cepat berakhir.

            Aku sering mendengar kata- kata yang menyebutkan “Jika ada pertemuan, maka akan ada perpisahan”. Untuk kesekian kalinya aku berharap agar adanya perpisahan antara dunia dengan COVID-19. 

0 Response to "Kuharap Semua Berakhir-Cerpen Covid19"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel