TAS MEMBAWA BENCANA - Cerpen Covid19
TAS MEMBAWA BENCANA
“Eh liat deh win.”
“Apaan?” jawab Wina.
“Tas ini bagus gak?” kata
Risna sambil menunjukkan gadgetnya pada Wina.
“Eh iya lucu nih.”
“Tapi sisa dikit lagi di
tokonya. Gimana ya?”
“Dimana tokonya? “
“Di Bandung.”
“Udahlah gausah, daerah
Bandung lagi zona merah lho…”
“Tapi ini tas idaman aku
Win.”
“Ya terserah kamu,” jawab
Wina. Risna hanya mengerucutkan bibirnya.
Keesokan harinya, Risna
berjalan menuju ruang Kepala Puskesmas. Ia ingin meminta izin untuk hari ini.
Diam-diam ia berencana akan pergi ke Bandung sendiri.
Tok..tok…
“Masuk.”
“Ada apa Na?” lanjutnya.
“Maaf Pak Ridwan
mengganggu waktunya. Boleh saya minta izin setengah hari Pak?”
“Kenapa memangnya?”
“Saya ada urusan mendadak
Pak, jadi saya harus segera menyelesaikannya.” Ia bahkan rela berbohong demi
mendapat tas yang dia idamkan.
“Iya tidak apa-apa.
Semoga cepat selesai ya.”
“Iya Pak. Terima kasih
Pak.”
“Stay safe ya Na.”
“Iya siap Pak.” Risna
langsung keluar dari ruangan Pak Ridwan dengan wajah sumringah.
“Yeay akhirnya,” gumamnya
pelan.
Wina sedang berjalan di
sebuah lorong menuju ruang laboratorium. Terlihat Risna sedang jalan setengah
lari.
“Na…Risnaaa,” katanya
sambil berteriak. Risna membalikkan badannya.
“Eh Win, aku duluan
ya..bye,” jawab Risna sembari melambaikan tangan.
“Tuh anak ngapain ya, jam
segini dah pulang aja,” katanya sambil menggaruk dahinya yang tidak gatal.
Sesampainya di rumah, ia
langsung menyiapkan barang-barang yang ia butuhkan seperti, hand sanitizer,
masker, air putih, dan yang lainnya. Risna mengambil gadgetnya. Lalu ia memilih
aplikasi berwarna hijau untuk memesan ojek online menuju terminal. Sembari
menunggu ojek datang, ia mengambil piring ke dapur untuk makan siang. Risna
menghampiri meja makan.
“Hari ini Ibu masak apa
ya?” gumamnya sendiri. Setelah membuka tudung saji, raut wajahnya berubah.
“Ah iya lupa.” Tangan
Risna sambil menepuk jidat.
“Ibu kan pergi ke Oma.
Lah terus aku makan apa dong? Masa makan piring doang.” Lanjutnya dengan nada
kesal.
“Assalamualaikum, Neng
ojek…” teriak Mang ojol.
“Iya Mang bentar…”
balasnya dengan nada yang tak kalah tinggi.
“Duh Mang ojek cepet
banget datengnya. Dahlah makan nanti aja dijalan,” gerutu Risna sambil
mengenakan maskernya.
“Risna Mazaya?”
“Iya saya.”
“Helm nya Neng.”
“Oh iya.”
Di motor Risna hanya
menikmati angin sepoi-sepoi. Sesekali ia berbincang dengan pengendara. Tak
terasa sudah sampai di terminal.
“Berapa Mang?” Tanya
Risna.
“Sepuluh ribu Neng.”
“Oh iya, ini Mang.”
“Terima kasih Neng.”
“Makasih juga Mang.”
Risna berjalan mencari
bus yang menuju Bandung. Ia berhati-hati untuk tidak mendekati kerumunan. Asap
bus dimana-mana. Banyak orang yang tidak mematuhi protokol kesehatan.
“Yang mana ya bus nya?”
tanyanya pada diri sendiri.
“Garut-Bandung, nah itu
kali ya.”
Risna segera menghampiri
bus itu dan bertanya pada kernet bus.
“Pak ke Bandung bus ini
ya?” tanyanya pada kernet bus.
“Iya iya neng. Ayo masuk
masih kosong.” Risna hanya mengangguk sebagai jawaban.
Risna melihat di dalam
bus ada beberapa kursi yang disilang dengan lakban sebagai tanda untuk tidak
diduduki. Akhirnya ia memilih kursi jajaran kedua. Sambil menunggu bus ini berangkat,
ia merogoh ke dalam tas yang ia bawa untuk mengambil gadgetnya. Belum sempat ia
menyalakannya.
Drrt…drrt
“Iya hallo, ada apa Win?”
“Ih ya Allah Na, daritadi
aku nelpon.”
“Hehe maaf, ini soalnya
aku lagi di bus mau berangkat.”
“Hah mau kemana emang?”
“Ke Bandung lah, jemput
tas idamankuu,” jawabnya sambil terkekeh.
“Ih ya ampun Risna bandel
bener.”
“Abis.. ni tas kebayang
terus ampe kebawa mimpi Win.”
“Ya gak gitu juga kali
Na. Awas lho corona masih menyebar.”
“Tenang aman kok.”
“Yaudah hati-hati ya.”
“Siap bos.”
Tutt..tutt.
“Dih ni anak main
tutup-tutup aja. Gak pake assalamualaikum lagi,” gerutu Risna.
Terasa sopir sudah
menyalakan mesinnya.
“Bismillahirrahmanirrahim,”
ucap Risna. Ia berharap tidak akan terjadi apa-apa pada dirinya.
Merasa pengap, ia membuka
maskernya. Sementara, Risna membuka botol Tupperwarenya dan minum untuk
membasahi tenggorokannya yang kering. Tanpa disadari Risna tertidur.
Telolet..telolet…
Risna terbangun karena
suara klakson bus. Ia melihat kondisi sekitar dan masih berusaha mengumpulkan
semua nyawanya. Tak lama bus berhenti di terminal. Setelah turun dari bus,
Risna langsung mencari toilet karena sudah tak tahan lagi menahan buang air
kecil.
“Aduh aduh gakuat. Mana
ya?” Setelah mencari kurang dari lima menit ia menemukan toilet.
Kini Risna sedang mencari
jalan untuk menuju Mall PVJ lewat google maps. Sesampainya di Mall PVJ, mata
Risna berbinar-binar ketika melihat toko yang menjual tas idamannya.
“Surgaku,” ucapnya sambil
menggenggam kedua telapak tangan di dada.
Setelah membeli tas yang
ia inginkan dengan menguras uang tabungannya, tak lupa ia mengambil foto tas
dan dikirim ke Wina untuk pamer. Risna jalan-jalan sebentar mengelilingi Mall
dan makan di restoran cepat saji. Dirasa puas mengelilingi Mall PVJ ia memutuskan
untuk kembali pulang ke Garut. Risna tiba di Garut maghrib. Ia langsung
membersihkan diri dan merebahkan tubuhnya di kasur, kini badannya serasa remuk.
Tak lama Risna langsung terlelap tidur.
“Hallo, selamat pagi,”
sapanya pada para pengunjung di parkiran. Risna berjalan menuju ruang ganti. Di
perjalanan ada yang memanggil.
“Na…” Terdengar teriakan
dari temannya, siapa lagi kalo bukan Wina.
“Hey, kenapa?”
“Aduh dah dipake aja ni
tas baru.”
“Hehehe, iya dong.”
“Kamu sehat-sehat aja
kan?” Wina menautkan alisnya.
“Nih liat, aku
sehat-sehat aja kok.”
“Ya kali ada sesak atau
batuk.”
“Haha, dikira aku
corona.”
“Yaudah sana, tuh pasien
makin banyak.”
Risna berjalan menuju
ruangan khusus staf. Seperti biasa, suasana puskesmas ramai. Banyak orang lalu
lalang. Tak terasa hari menjelang malam. Risna dan Wina pulang bersama.
Diperjalanan mereka berbincang.
“Eh lusa bakalan ada tes
swab khusus tenaga medis tau.”
“Baru tau aku.”
“Ini aku juga liat di
grup WA.” Risna hanya mengangguk sebagai jawaban. Mereka berpisah dan masuk ke
rumah masing-masing.
Hari ini adalah tes swab
massal bagi petugas Puskesmas. Setelah Wina selesai, kini giliran Risna. Keluar
dari tempat pengambilan sampel specimen, Risna merasa lebih tegang tapi ia
terus berfikiran positif.
Setelah dua hari, kini
saatnya menerima hasil tes swab kemarin. Risna dan Wina sedang sibuk melayani
para pasien di Puskesmas Cempaka. Tiba-tiba datang sebuah mobil ambulan. Para
pengunjung kaget dengan para petugas yang datang, karena mereka langsung
berlari kedalam Puskesmas. Wina dan Risna ikut kaget dengan apa yang terjadi.
Sebagian petugas berbaju hazmat kuning mengimbau untuk menjauh dari tempat ini
dan menuju posko yang ada di depan untuk diperiksa juga. Dua orang petugas lain
datang menghampiri Risna untuk menjemputnya. Wina kaget tak menyangka jika
temannya itu terinfeksi corona.
“Eh eh Pak, ada apa ini?”
tanya Risna.
“Maaf Mba tadi pagi
laboratorium menyatakan bahwa Risna Mazaya positif corona.”
“Hah, tapi saya gak ada
keluhan apa-apa kok.” Wina langsung menghindar dari Risna dan segera keluar.
“Ayo, lebih baik kita ke
Rumah Sakit sekarang, sebelum virus menyebar luas.”
Risna mengikuti para
petugas yang datang dengan mengenakan baju hazmat yang masih ia kenakan.
Benar-benar tak menyangka ia akan terinfeksi. Padahal ia sudah lakukan usaha
sebaik mungkin untuk menghindari virus corona. Sesampainya di ruang isolasi,
Risna mengganti pakaiannya dengan baju pasien dan dicek tekanan darah oleh
perawat disana. Dokter datang ke ruangan isolasi KC-27, yaitu ruangan Risna.
“Selamat siang Mba Risna.
Gimana keadaannya sekarang?”
“Dok saya gak ngerasain
keluhan apapun kok. Terus kenapa tiba-tiba positif corona?”
“Mba Risna sekarang sudah
ada yang namanya OTG, jadi orang itu tidak merasakan ciri-ciri terinfeksinya
corona. Coba ingat-ingat lagi, sebelumnya apa yang Mba lakukan?”
“Hmm, beberapa hari
kebelakang saya sempat ke Bandung. Tapi saya sudah mematuhi protokol kok.”
“Mba yang namanya virus
itu tidak terlihat oleh mata kita. Mungkin tanpa disadari Mba sempat ceroboh,
apalagi Bandung itu kawasan zona merah.” Risna hanya memerhatikan dokter saat
berbicara dan mengangguk sebagai jawaban.
“Baik kalau begitu saya permisi dulu. Sore
nanti saya kembali untuk memeriksa.”
“Iya dok, terima kasih.”
Risna tahu Puskesmas
pasti tutup karena dirinya. Benar saja Kepala Puskesmas memutuskan untuk
menutup sementara Puskesmas Cempaka karena khawatir ada penularan dan akan
dibuka lagi setelah disterilkan. Para petugas medis menelusuri warga yang
kontak fisik dengan Risna. Beberapa sudah menjalani tes swab.
Sekarang di ruangan Risna
sendiri. Ia merasa bersalah pada dirinya sendiri. Betapa bodohnya ia
mengorbankan dirinya demi tas yang ia idamkan. Tapi nyatanya sekarang, tas itu
tidak menyelamatkan dirinya dari bahaya wabah corona. Kini ia tak mau lagi
dikuasai oleh egonya dan akan fokus pada proses penyembuhan.
0 Response to "TAS MEMBAWA BENCANA - Cerpen Covid19"
Post a Comment